BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara
struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai
penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Berikut ini contoh hadits
yang memuat ketiga unsur tersebut.
Artinya:
“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin
Ma’mur bin Rabi’i al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyam
al-Mahzumi dari Abu al-Wahid, yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan
kepadaku Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad bin
al-Munkadir dari Amran, dari Usman bin Affan r.a. ia berkata: ‘Barang siapa
yang berwudhu dengan sempurna (sebaik-baik wudhu), keluarlah dosa-dosanya dari
seluruh badannya, bahkan dari bawah kukunya’.” (H.R. Muslim)
Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il
Qaisi sampai dengan Usman bin Affan r.a. adalah sanad hadits tersebut. Mulai
kata man tawadda’ sampai kata tahta azfarih, adalah matannya, sedangkan Imam
Muslim yang dicatat di ujung hadits adalah perawinya, yang disebut juga mudawwin.
B. Identifikasi Masalah
1. Sanad Hadits
2. Matan Hadits
3. Mukharrij
4. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sanad hadits?
2. Apa yang dimaksud dengan matan hadits?
3. Apa yang dimaksud dengan Mukharrij?
4. Bagaimana kedudukan sanad dan matan di
dalam hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sanad Hadits
1. Pengertian Sanad Hadits
Secara harfiah kata sanad berarti
sandaran, pegangan (mu’tamad). Sedangkan definisi terminologisnya ada dua
sebagai berikut:
1. Mata rantai orang-orang yang menyampaikan matan.
2. Jalan penghubung matan, (yang) nama-nama
perawinya tersusun.
Jadi, sederet nama-nama yang mengantarkan sebuah
hadits itulah yang dinamakan sanad, atau dengan sebutan lain sanad hadist.
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat)
hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur
mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya
(kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah SAW. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.
Contoh: Musaddad
mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari
Anas dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di
antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk
dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari).
Maka sanad hadits bersangkutan adalah
Al-Bukhari >Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah >
Anas > Nabi Muhammad SAW.
Sebuah hadits dapat memiliki
beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad
disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits
tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits
terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad
sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan
lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad
digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
2. Isnad, Musnid, dan Musnad
a. Isnad
Dari
segi bahasa, isnad berarti mengangkat hadist hingga pada orang yang
mengucapkannya. Isnad merupakan bentuk atau proses. Sedangkan sanad adalah
keadaannya. Namun demikian, sebagian dari ahli hadits menyatakan bahwa kata
isnad bermakna sama dengan kata sanad, yakni merupakan jaring periwayatan
hadits. Menurut Ibn al-Mubarak, isnad termasuk bagian dari agama, seandainya
tidak ada isnad niscaya orang akan berbicara sembarang, menurut apa maunya.
b. Musnid
Musnid adalah orang yang
meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik
mempunyai ilmunya maupun tidak kecuali ia
mengisnadkan hadits seorang diri.
c. Musnad
Adapun musnad adalah materi
hadits yang diisnadkan. Dalam pengertian istilah, kata musnad mempunyai tiga
makna, yaitu:
1) Kitab yang menghimpun hadits sistem
periwayatan masing-masing shahabat, misalnya Musnad Imam Ahmad;
2) Hadits marfu’ yang muttashil sanadnya, maka hadits yang demikian dinamakan hadits musnad;
3) Bermakna sanad tetapi dalam bentuk Mashdar Mim.
B. Matan Hadits
Secara harfiyah matan berasal dari bahasa Arab matn
yang berarti apa saja yang menonjol dari (permukaan) bumi, berarti juga sesuatu
yang tampak jelas, menonjol, punggung jalan atau bagian tanah yang keras dan
menonjol ke atas, matnul-ard berarti lapisan luar/kulit bumi, dan yang berarti
kuat/kokoh.
Sedangkan menurut peristilahan Ilmu Hadits, al-Badr
bin Jama’ahmemberikan batasan pengertian matan yakni:
- Matan
adalah redaksi (kalam) yang berada pada ujung sanad.
- Matan
adalah kata-kata (redaksi) hadits yang
dapat dipahami maknanya.
Matan hadits juga disebut dengan pembicaraan atau
materi berita yang diover oleh sanad yang
terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW, sahabat ataupun tabi’in. Baik
isi pembicaraan itu tentang perbuatan
Nabi atau perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi SAW.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa matan adalah redaksi atau teks bagi hadist. Dari contoh sebelumnya makamatan hadits bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman
seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia
cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau
redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan, matan hadist itu sendiri dalam hubungannya
dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat
dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang atau tidak).
Selama sejarah kehaditsan,
konsep ajaran yang dibawa oleh Rasul hampir semuanya dinarasikan/dibahasakan kembali
oleh para sahabat dengan Faqahah dan skill
kebahasaan mereka masing-masing, tak terkecuali hadits qauli yang selanjutnya
diteruskan oleh generasi sesudahnya dengan kapasitas yang beragam dan sangat
personal. Sehingga dapat dimaklumi jika lafazh yang merumuskan konsep
ajaran tersebut banyak memiliki redaksi yang
berbeda-beda sebagaimana terdokumentasikan dalam berbagai kitab koleksi
dan kadang lafazhnya tidak fasih (rakikul-lafdh). Seperti itulah riwayah bil-ma’na. Sehingga merupakan kesalahan yang fatal
jika seseorang mengkulturkan lafadh matan
dan menganggapnya sakral. Karena hadits sangatlah berbeda dengan al-Qur’an
yang qath’iyyuts-tsubut sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah dalam surat al-Hijr ayat 9 tentang
keterjaminan otentisitas al-Qur’an baik dari segi teks maupun substansi
doktrinalnya.
Tata letak matan dalam struktur utuh penyajian
hadits senantiasa berada pada ujung
terakhir setelah penyebutan sanad. Kebijakan peletakan itu
menunjuk fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadits dari nara sumbernya. Dengan
kata lain, fungsi sanad merupakan media pertanggungjawaban ilmiah bagi
asal-usul fakta kesejarahan teks hadits.
C. Mukharrij
Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata
kharraja adalah orang yang mengeluarkan. Makna tersebut juga bisa didatangkan
dari kata akhraja dengan isin fa’ilnya mukhrij. Menurut para ahli hadits, yang
dimaksud dengan mukharrij adalah sebagai berikut: (Mukhrij atau mukharrij:
orang yang berperan dalam pengumpulan hadits). Dapat juga didefinisikan
Mukharrijul Hadits adalah orang yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda
dengan al-muhdits/al-muhaddits yang memiliki keahlian tentang proses perjalanan
hadits serta banyak mengetahui nama-nama perawi, matann-matan dengan
jalur-jalur periwayatannya, dan kelemahan hadits.
Siapapun
dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan sebuah hadits baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan sanadnya secara lengkap
sebagai bukti yang dapat dipertanggnung jawabkan tentang kesejarahan transmisi
hadits. Yang pasti, mukharrij merupakan perwi terakhir (orang yang terakhir
kali menginformasikan ) dalam silsilah mata rantai sanad.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang
dimaksud denganmukharrij atau mukhrij adalah
perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah berhasil menyusun
kitab berupa kumpulan hadits, seperti al-Bukhari,
Muslim, Malik, Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah
seorang mukharrij / mukhrij / rawi bagi sebuah hadits.
Setiap orang yang bergelut
dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan antara lain sebagai
berikut:
1. Al-Talib; adalah
orang yang sedang belajar hadits.
2. Al-Muhadditsun; adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits
dari segi riwayah dan dirayah.
3. Al-Hafidz; adalah
orang yang hafal minimal 100.000 hadits.
4. Al-Hujjah; adalah
orang yang hafal minimal 300.000 hadits.
5. Al-Hakim; adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan
hadits secara keseluruhan baik ilmu maupun mushthalahul hadits.
6. Amirul Mu’minin fil hadits; ini adalah tingkatan yang paling tinngi.
Menurut syeikh Fathuddin bin
Sayyid al-Naas, al-muhaddits pada zaman sekarang adalah orang yang
bergelut/sibuk mempelajari hadits baik riwayah maupun dirayah, mengkombinasikan
perawinya dengan mempelajari para perawi
yang semasa dengan perawi lain sampai mendalam, sehingga ia mampu mengetahui
guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.
D. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
Kedudukan
sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan
akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan
hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang
shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia
untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
Para
ahli hadits sangat berhati-hati dalm menerima suatu hadits, kecuali apabila
mengenal dari siapa perawi hadits tersebut menerima hadits tersebut dan sumber
yang disebutkan benar-benar dapat dipercaya.
Pada
masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., periwayatan hadits diawasi secara hati-hati
dan suatu hadits tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh
orang lain. Ali tidak menerima hadits sebelum orang itu disumpah.
Perhatian
sanad di masa sahabat, yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka
mempunyai daya ingat yang luar biasa. Maka terpeliharalah sunnah Rasul dari
tangan-tangan ahli bid’ah dan para pendusta.
Ibn
Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari orang yang dipercaya
hingga sampai kepada Nabi SAW dengan bersambung-sambung para perawinya adalah
suatu keistimewaan dari Allah, khususnya orang islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara struktur, hadits
terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan
(redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat)
hadits. Matan adalah redaksi/isi dari hadist. Mukhrij atau mukharrij: orang
yang berperan dalam pengumpulan hadits.
Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena
hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya.
Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat
diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan.
Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Solahudin,
M. dkk, 2009, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Mudasir,
H. dkk, 2008, Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Munzier
Suparta, 2006. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://www.linkpdf.com/download/dl/struktur-hadits-.pdf
0 Response to "Makalah Ulumul Hadits; Sanad, Matan, Mukharrij"
Post a Comment